Dia Bukan Untukku
Awal
masuk sekolah pasti ada MOS yaitu Masa Orientasi Siswa. Aku menginjak ke SMP,
bersama teman-teman SD ku dulu aku berkumpul dan membicarakan tentang MOS.
“Gadis…,” begitu teman-teman memanggilku. “teman-teman,” kataku menghampiri
mereka. “kamu gugus mana?” tanya Vhe, temanku. “ini aku cari-cari namaku gak
ketemu-ketemu,” kataku mengusap keringat yang membasahi wajahku. “ya udah kita
cari sama-sama yuk,” ajak Ze, temenku. Kami bertiga mencari namaku yang
semenjak tadi tak ketemu-ketemu. “Gadis, sini deh,” kata Ze memanggilku. “ada
namaku?” tanyaku penasaran. “ini nih kita satu gugus, Gadis Grittenatha Gladia,
Zeazahra Modhyantias, Vhealovin Jhuastian,” kata Ze membaca nama kita bertiga.
“wah, hebat kau Ze. Dari tadi aku cari-cari gak ketemu,” kataku memuji Ze. “ya
udah kita masuk yuk,” ajak Vhe.
Hari pertama MOS itu sangat membosankan bagiku. Apa lagi harus berpanas-panasan untuk upacara pembukaan MOS. Banyak korban pingsan di lapangan sekolah itu. Tenggorokanku mulai kering dan sungguh membuat kepalaku menjadi pusing. Tak lama, aku merasa sudah tak berdaya dan jatuh pingsan. Tak lama aku membuka kedua mataku dan ternyata aku berada di UKS sekolah. Bersama anggota PMR yang menjadi kakak kelasku waktu itu. Aku masih lemas untuk beranjak dari tempat tidur. Dua sahabatku datang menjengukku. Dan aku di tuntutnya untuk berjalan menuju kelas.
Sampai
di kelas aku menerima materi awal-awal perkenalan. Kutatap wajah seorang cowok
yang berada di seberang mejaku saat itu. Sebelum materi di mulai, absensi siswa
MOS saat itu di percepat. Berpasang-pasangan. Dan tak kusangka namaku dipanggil
dan cowok yang berada di sampingku tadi juga maju dan ternyata dia bernama
Arezaldhi Birasanjaya. Setelah tanda tangan kehadiran, kami kembali ke tempat
duduk semula.
Materi
pembelajaran untuk jam pertama sudah usai saatnya istirahat. Aku, Vhe, dan Ze
menyergap kantin sekolah dan berdesak-desakan. Dan kulihat lagi cowok yang
mempunyai nama Arezaldhi Birasanjaya sedang asyiknya ngobrol dengan teman
barunya di depan kelas. Sepertinya aku merasakan yang namanya cinta pada
pandangan pertama. Sudah 15 menit waktu untuk istirahat. Waktunya masuk kembali
untuk bermain dan belajar.
MOS
sudah berjalan tiga hari. Hari ini adalah hari terakhir MOS. Dengan aturan hari
ini, aku memakai kaos kaki berbeda warna, dengan rambut yang di kucir sangat
banyak seperti orang gila. Semua murid MOS mengikuti upacara penutupan MOS.
Hari yang panas. Terasa seperti di panggang. Banyak korban pingsan di lapangan
itu. Akhirnya upacara penutupan MOS dipercepat.
***
Hari
ini adalah hari pertama aku masuk sekolah. Bisa bertemu banyak teman baru.
Mereka semua baik kepadaku. Saat aku berkenalan dengan salah satu temanku yang
bernama Algea Radista, mataku teralihkan oleh satu sosok yang mungkin pernah
aku kenal. Saat ku tatap pekat wajahnya ternyata dialah Arezaldhi Birasanjaya.
“Dia kan,” gumamku dalam hati. “halo?Kenapa melongo gitu Dis?” tanya Gea sambil
melambai-lambaikan tanganya di depan wajahku. “emm,” aku tersentak olehnya.
“kenapa?” tanya Gea penasaran. “oh, ga… gak pa… papa,” kataku gagap. Gea
memandangiku dengan wajah bingung. Seperti otaknya penuh dengan tanda tanya.
“Gadis…,” sapa Ze dan Vhe. “ehh kalian,” kataku memandang Ve dan Zhe. Vhe dan
Ze tersenyum manis kepada Gea. “ini Gea,” kataku memperkenalkan. “aku Vhe,”
kata Vhe memperkenalkan dirinya. “aku Ze,” kata Ze juga memperkenalkan dirinya.
“so beautiful,” kata Vhe memuji kecantikan Gea. “thank you very much,” kata Gea
menjawab pujian Vhe dengan malu.
Aku,
Vhe, Ze, dan Gea sudah berteman sangat lama. Sudah lima bulan aku masuk di
kelas 7 C. Bersama-sama dengan ketiga sahabatku itu. Tiba-tiba perbincanganku
tersentak oleh sosok cowok yang memasuki kelasku. Dia…… Dia…… “Dis, kenapa
melongo?” gertak Ze. “eemm, eh, eng… enggak papa,” kataku gugup. “kenapa sih?”
tanya Gea. “iya, pelit banget gak mau ngasih tau,” tanya Vhe semakin mendesak.
Mereka bertiga melihatku memandangi Arezaldhi sejak tadi. “oo, itu toh yang
buat kamu melongo,” ucap Gea menggentakkan jantungku. “siapa, mana?” kataku
bertanya-tanya dengan ragu. “itu tuh,” kata Gea menyenggol lenganku dan melirik
Arezaldhi. “apaan?”. “sok gak tau nih,” gertak Gea lagi. Aku semakin salah
tingkah dibuatnya. Sosok cowok itu pun pergi meninggalkan kelasku. “siapa emangnya?”
tanya Vhe dan Ze bersamaan. “Arezaldhi,” kata Gea. “kamu suka ya Dis?” tanya Ze
ingin tau. “sok tau kamu Ge,” kataku. “uhuui, jatoh ci’inta agi,” ledek Ze.
“apaan sih kalian?” kataku meninggalkan mereka bertiga yang semakin meledekku.
Suatu
hari acara ulang tahun sekolahku. Setiap kelas harus menampilkan minimal satu
pementasan. Semua teman kelasku memilihku untuk menyanyi solo. Tapi aku seorang
remaja yang demam panggung. Dan aku pun ditemani oleh Gea yang suaranya lumayan
bagus walaupun nggak sebagus suaraku… hehehe J. Malam ulang tahun itu tiba yang
memang bertepatan dengan hari ulang tahunku. “grogi aku Ge,” kataku sambil
gemeteran. “enjoy saja Dis,” kata Gea memberiku semangat. “aku bener-bener
demam panggung,” kataku dengan keringat dingin. “nanti ada Reza kan yang
ngeliat?” ejek Gea. “jadi nama panggilanya Reza,” kataku sedikit tersenyum.
“iya.” Hari yang membuatku di selimuti oleh kegerogian yang luar biasa. Karena
aku dan Gea akan mewakili kelasku untuk memberikan penampilan yang terbaik.
Acara
itu pun dimulai. Dimulai dari kelas 9 lalu dilanjutkan kelas 8 lalu menuju
kelas 7. Penampilan yang begitu spektakuler telah ditampilkan dengan penuh
semangat. Beribu-ribu tepuk tangan mengiri suasana tersebut. Tiba giliran kelas
7 C yang menampilkan aktrasinya. Jantungku semakin berdebar dengan kencang.
Keringat bercucuran ke seluruh badan. Dengan genggaman erat tangan Gea aku
dengan gugupnya menaiki panggung dan mengecek mikrofon. Tepuk tangan pun mulai
terdengar. Seolah aku tak bisa membayangkan diriku nanti. Dentuman musik
R&B mulai terdengar. Dalam hitungan detik syair lagu akan mulai
dinyanyikan. Gea dengan semangat dan PD-nya menari-nari happy, sedangkan aku …
????
Keringat
bercucuran dari tubuhku. Keringat dingin menyelimuti seluruh tubuhku. Dengan
perasaan yang tak karuan aku mulai melantunkan lagu kesukaanku itu. Siswa-siswa
bertepuk tangan lama kelamaan aku merasa semakin enjoy. Saat aku menyanyi, aku
melihat Reza tersenyum kepadaku. Aku membalas senyumanya yang tak kalah manis
hehe J. Lagu itu pun usai ku nyanyikan. Pertunjukan kurang dua kelas lagi. Ada
yang dans, drama, nyanyi, pelawak, sampai dengan band.
Hari
itu hari yang menyenangkan bagiku. Melihat ia tersenyum kepadaku membuatku
semakin bersemangat. “Gadis,” sapa Ze. “Eh, Ze. Yang lain kemana?” kataku balik
tanya. “tuh,” kata Ze menunjuk Vhe dan Gea. Vhe dan Gea melambaikan tanganya
kepadaku dan Ze. Tiba-tiba Ze menarik tanganku meninggalkan tempat itu. “Gadis,
Ze. Mau kemana?” tanya Gea. “bentar aja,” teriak Ze dari kejauhan. Gea
mengajakku ke tempat yang sepi, dan Ze tampak serius memandangku. “apa kamu
bener suka Reza?” tanya Ze menatap kedua mataku. Aku tidak tau harus berkata
apa. Semua kebingunan merasuki otakku. Aku terdiam mematung. “iya,” kataku
lirih.
“aku
punya informasi tentang si Reza itu,” ungkap Ze. “info apa?” tanyaku
kebingungan. “dia sudah mempunyai pacar,” kata Ze berbisik kepadaku. “kamu tau
dari siapa?” tanyaku sedih. “kamu tau Viona Adelima kan?” kata Ze menguatkan.
“ya.” “dialah pacarnya,” kata Ze. Aku sedikit ragu dan meneteskan air mata.
“kenapa aku mencintai orang yang salah selama ini?” kataku menambah tangisanku.
Isak tangisku terdengar oleh Vhe dan Gea. “kenapa dia?” tanya Vhe dan Gea.
“kamu tidak salah mencintai dia tetapi kamu hanya belum beruntung
mendapatkanya,” hibur Ze. Ze berbisik kepada Gea dan Vhe atas semua ini.
“sudahlah Dis, kenapa harus menangis karena cinta?” hibur Gea. “iya, dia bukan
sosok yang baik untuk kamu. Banyak cowok yang mau sama kamu di luar sana.
Bahkan lebih baik dari Reza,” ungkap Vhe memberi semangat. Aku terharu dengan
semuanya. Aku memeluk erat tubuh ketiga sahabatku itu dengan penuh keikhlasan
dan aku tau dia bukanlah untukku.
(by : Wahyu D. Pertiwi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar